Pendahuluan
Lautan Sumenep Punya SHM 20 Hektare, untuk Tambak Garam. Sebuah kontroversi besar mengguncang Kabupaten Sumenep, Jawa Timur. setelah terungkap bahwa sebidang lautan seluas 20 hektare di wilayah tersebut diklaim memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM). Informasi ini memicu keheranan dan kecaman dari berbagai pihak. terutama nelayan dan aktivis lingkungan, yang mempertanyakan bagaimana mungkin area perairan bisa disertifikatkan atas nama perorangan atau badan usaha, dengan alasan untuk pengembangan tambak garam.
Terungkapnya Kejanggalan Sertifikat Laut
Lautan Sumenep Punya SHM 20 Hektare, untuk Tambak Garam. Kabar mengejutkan ini pertama kali mencuat melalui laporan dan keluhan dari para nelayan tradisional di sekitar wilayah pesisir Sumenep. Mereka merasa terancam mata pencahariannya karena adanya klaim kepemilikan pribadi atas area laut yang selama ini menjadi ruang publik untuk mencari ikan. Para nelayan mengaku tidak pernah mengetahui adanya proses perizinan atau sosialisasi terkait alih fungsi lahan laut menjadi tambak garam.
Lebih lanjut, penelusuran oleh sejumlah organisasi masyarakat sipil (OMS) dan media lokal menemukan bukti adanya penerbitan SHM atas nama sebuah pihak swasta untuk area perairan seluas 20 hektare tersebut. Situs Slot Demo Gacor Dollartoto Beragam Jenis Varian Game Slot Tersedia.
Reaksi Keras dari Nelayan dan Aktivis Lingkungan
Penemuan sertifikat hak milik atas lautan ini langsung menuai reaksi keras.
Aktivis lingkungan juga mengecam keras tindakan ini. Mereka menilai penerbitan SHM atas lautan sebagai sebuah preseden buruk yang dapat membuka pintu bagi privatisasi sumber daya alam yang seharusnya menjadi milik publik. Pembangunan tambak garam skala besar di area laut juga berpotensi merusak ekosistem pesisir yang rapuh, termasuk merusak habitat ikan, mangrove, dan terumbu karang, yang pada akhirnya juga akan berdampak negatif pada produktivitas perikanan.
Baca Juga: Lautan Indonesia Masuk 350 Ribu Ton Sampah Plastik
Pertanyaan Besar: Bagaimana Lautan Bisa Bersertifikat?
Penerbitan SHM atas lautan menimbulkan dugaan adanya kejanggalan dalam proses perizinan dan administrasi pertanahan. Berbagai spekulasi muncul, mulai dari kemungkinan adanya praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) dalam penerbitan sertifikat, hingga ketidakpahaman atau penyalahgunaan wewenang oleh pihak-pihak terkait.
Pemerintah Daerah dan BPN
Berbagai pihak mendesak Pemerintah Kabupaten Sumenep dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) setempat. untuk memberikan penjelasan yang transparan dan akuntabel terkait kasus ini.
Potensi Konflik Sosial dan Kerugian Ekonomi
Kasus sertifikat laut di Sumenep ini berpotensi memicu konflik sosial yang lebih luas. Di sisi lain, pihak yang mengklaim kepemilikan SHM tentu akan berupaya mempertahankan haknya.
Selain itu, pembangunan tambak garam skala besar di area laut yang produktif juga berpotensi menimbulkan kerugian ekonomi bagi nelayan tradisional. Mereka akan kehilangan area penangkapan ikan, yang dapat berdampak pada penurunan pendapatan dan peningkatan angka kemiskinan di komunitas pesisir.
Kesimpulan
Mereka menuntut adanya penegakan hukum yang tegas terhadap pihak-pihak yang terbukti melakukan pelanggaran dalam proses penerbitan SHM atas lautan.
Kasus ini menjadi ujian bagi komitmen pemerintah daerah dan BPN dalam melindungi hak-hak masyarakat kecil dan menjaga kelestarian lingkungan. Masyarakat menantikan tindakan nyata untuk membatalkan sertifikat yang janggal dan mengembalikan lautan sebagai ruang publik yang bermanfaat bagi semua.